Anak-anak
generasi masa kini merupakan generasi digital native, yaitu mereka yang sudah
mengenal media elektronik dan digital sejak lahir. Selaras dengan hal tersebut,
kemajuan teknologi dan informasi
membuat aktivitas dan kebutuhan orang tua semakin mudah atau
gampang dilaksanakan dan dipenuhi. Perilaku
ini akhirnya berpengaruh langsung terhadap
pembentukan karakter anak yang
disebut sebagai generasi
milenial yang hidup di era
digital.
Orangtua
milenial dianggap lebih santai dalam mengasuh anak, dan lebih banyak
membebaskan anak karena ingin lebih bersikap demokratis dalam mengasuh.
Karakteristik utama orangtua milenial ini adalah connected, creative, dan
confidence.
Connected
berarti pandai bersosialisasi terutama dalam komunitas yang diikuti. Generasi
ini juga aktif berselancar di media sosial dan internet. Creative berarti biasa
berpikir out of the box, kaya akan ide dan gagasan, serta mampu
mengkomunikasikan ide dan gagasan itu dengan cemerlang. Confidence berarti
sangat percaya diri, berani mengemukakan pendapat, dan tidak sungkan berdebat
di depan publik.
Karakter
tersebut menjadi modal kuat sekaligus tantangan besar dalam mengasuh anak.
Orangtua diharap menjadi model yang baik dan menjadi teladan untuk si anak
mengarungi era digital ini. Kita sebagai orangtua di era milenial mungkin
berpikir, pola asuh anak seperti apa yang akan diterapkan kepada anak-anak agar
menjadi anak yang mampu mengikuti jaman dan tetap memegang nilai-nilai moral
yang positif? Beberapa yang dapat diterapkan oleh orangtua antara lain:
·
Bersikap konsisten merupakan kunci dari
keberhasilan pengasuhan. Jika ada perbedaan cara pengasuhan antar orangtua dan
pengasuh pengganti, maka bicarakan dibelakang anak.
·
Orantua haruslah menyadari bahwa ada aturan yang
perlu ditegakkan, dengan demikian anak belajar bertanggung jawab atas
perilakunya.
·
Orangtua menjadi model bagi perilaku anak. Oleh
karena itu, jangan memberi contoh negatif pada anak (misalnya, menggunakan gadget
berlebihan di depan anak, yang pada akhirnya dapat membuat anak menirunya).
·
Orangtua memang perlu menjelaskan mengapa suatu
perilaku boleh atau tidak boleh dilakukan, namun penjelasan dan cara memberikan
penjelasan perlu disesuaikan dengan usia anak.
·
Berlakukan pembatasan pengguanaan gadget pada
waktu tertentu. Misalnya ketika sedang berkumpul bersama keluarga, setiap
anggota keluarga dilarang memainkan handphone. Hal ini dilakukan agar suasana
keluarga semakin harmonis dan tidak adanya miss komunikasi.
·
Meluangkan waktu bersama anak meskipun hanya
sebentar. Misalnya, saat akhir pekan melakukan jalan-jalan atau sekedar
berbincang-bincang dirumah.
Mengatasi Gadget
Gadget
dan media elektronik lainnya merupakan hal yang sangat menyenangkan bagi anak,
namun taukah anda selain hal-hal positif seperti untuk media belajar, ada juga
efek negatif yang bisa berdampak kepada si buah hati antara lain sosial yang
terganggu, regulasi emosi yang kurang baik, berkurangnya kemampuan konsentrasi
anak, dan lain-lain? Anak tidak seharusnya sama sekali dilarang menggunakan
gadget, namun harus ada kontrol dan batas yang diterapkan ditengah keluarga.
Berikut
adalah cara untuk melakukan pembatasan atau kontrol terhadap penggunaan gadget
bagi anak kita
1.
Menetapkan
Batasan Waktu Pemakaian Gadget
Sewajarnya anak hanya
diperbolehkan menggunakan gadget 2 jam dalam 1 hari. Penerapannya dapat dibagi
4x hingga 5x dalam 1 hari.
2.
Memeriksa Gadget Anak Secara Berkala
Bagi orangtua yang telah
memberikan fasilitas gadget pribadi kepada sang buah hati maka harus melakukan
kontrol secara rutin nulai dari apa saja aplikasi yang terdapat di gadget anak
hingga aktifitas apa saja yang dilakukan anak dengan gadgetnya.
3.
Mengajak
Anak Berdiskusi
Orangtua harus rajin mengajak anak berdiskusi, sekalipun untuk hal-hal
yang bersifat sepele. Khususnya, setelah anak menggunakan gadgetnya.Tanyakan
pengalamannya berselancar di internet atau perasaannya sesudah bermain games.
4.
Mengajarkan Anak untuk Bersosialisasi
Penggunaan gadget pada anak secara berlebihan dan tanpa kontrol memang
tidak baik. Nah, untuk membatasi penggunaan internet dan sebagai solusi
kecanduan gadget, orangtua perlu membantu anak mengisi waktu luang. Salah
satu caranya adalah mengajarkan anak untuk bersosialisasi. Anda bisa mengajak
anak mengikuti club tertentu yang sesuai dengan minat dan
bakatnya. Atau bergabung dengan komunitas menyenangkan yang memungkinkan anak
bersosialisasi dengan teman lintas usia.
5.
Fokus Menemani Anak dan Tidak Menduakannya
dengan Chatting
Orangtua ingin agar anaknya tidak kecanduan gadget. Tapi, apakah Anda
sendiri sudah merdeka dari gadget dan media sosial? Misalnya, saat menemani
anak bermain atau mengerjakan tugas sekolah. Banyak orangtua terkesan setengah
hati melakukannya. Karena menduakan anaknya dengan gadget
dan chatting bersama rekan kerja. Bagaimana anak Anda bisa
bebas, tidak egois dan peduli dengan lingkungan, jika orangtua mencontohkan
yang sebaliknya?
Pola Asuh Orang-Tua
dalam Mengasah Otak
Walapun
perkembangan otak telah dimulai sejak masa kehamilan, perkembangan pesatnya
terjadi setelah kelahiran sehingga sangat terbuka terekamnya pengalaman baik
yang positif maupun negatif sebagai hasil interaksi dengan orang tua. Pada saat
bayi lahir memiliki 200 milyar neuron, namun sedikit koneksi antar sel saraf.
Koneksi antar sel saraf ini akan menuju kepada kecerdasaan emosional dan sosial
yang hasilnya sangat dipengaruhi oleh peran orang tua. Neuron tersebut
berkembang 90 % sampai usia 5 tahun.
Makadari
itu untuk membantu anak membuat sebuah jaringan atau koneksi antar sel otak,
orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan psikososial,
kognitif, dan emosi anak. Beberapa cara yang dapat diterapkan oleh orang tua
untuk membantu perkembangan otak anak mulai sejak lahir:
·
Saat menyusui secara pelan-pelan usap kepala
sambil memberikan kata-kata positif kepada anak.
·
Perlihatkan anak berbagai warna dan bentuk. Bisa
berupa mainan yang warna warni, cat tembok kamar yang cerah, pakaian yang
bergambar menarik untuk anak, dll.
·
Jika anak sudah 2th keatas bisa dengan dibacakan
dongeng sebelum tidur. Dalam bercerita berikan penekanan pada nilai positif
dengan ekspresi dan intonasi menyenangkan, sebaliknya beri intonasi dan
ekspresi kurang senang bila terdapat contoh buruk dalam cerita.
Pengaruh Interaktif dan Pengalaman
Membentuk Perkembangan Otak
Bayi yang ditempatkan dalam dunia sosial yang heterogen, ramah, dan
hangat akan mendukung pertumbuhan otak dibandingkan dengan lingkungan yang kaku
dan keras. Lingkungan yang kaku dan keras akan membatasi perkembangan anak-anak
dengan permanen. Meskipun otak telah memiliki blue printsecara genetis,
pengaruh lingkungan secara bersama-sama juga menentukan arah perkembangan otak
anak. Dukungan sosial orang tua dan bimbingannya dalam menuntun anak menghadapi
kehidupannya memiliki pengaruh positif yang menjadi bekal kearah kemampuan masa
depan
Mengatasi
TANTRUM pada Anak
TEMPER
TANTRUM adalah
ledakan emosi atau letupan amarah yang sering terjadi pada saat anak merasa
lepas kendali. TANTRUM adalah demonstrasi praktis dari apa
yang dirasakan oleh anak dalam dirinya. Berikut bentuk-bentuk perilaku
tantrum:
< 3 Tahun (A)
|
2-4 Tahun (B)
|
>5
Tahun
|
·
Menangis
·
Menggigit
·
Memukul
·
Menendang
·
Menjerit
·
Memekik-mekik
·
Melengkungkan punggung
·
Melempar badan ke lantai
·
Memukul-mukulkan tangan
·
Menahan nafas
·
Mebentur-benturkan kepala
·
Melempar-lemparkan barang
|
Selain perilaku (A) :
·
Perilaku tersebut di atas
·
Menghentak-hentakkan kaki
·
Berteriak-teriak
·
Meninju
·
Membanting pintu
·
Mengkritik
·
Merengek
|
Selain perilaku A dan
B juga :
·
Memaki
·
Menyumpah
·
Memukul kakak/adik atau temannya
·
Mengkritik diri sendiri
·
Memecahkan barang dengan sengaja
·
mengancam
|
Anggapan
yang salah mengenai “Mengamuk”
- Mengamuk adalah langkah-langkah maju yang alami yang sering trjadi dan bersifat positif dalam perkembangan anak (Hames, 2005)
- Amukan membuktikan bahwa anak mulai mengembangkan suatu perasaan dalam dirinya
- Mengamuk adalah cara anak menghadapi rasa putus asa ketika tidak mampu lagi mempertahankan perasaan yang masih rapuh tentang dirnya
PERKEMBANGAN
TANTRUM
Tantrum normal terjadi pada
anak-anak usia 18 bulan hingga 3 tahun, saat anak mulai membentuk rasa percaya
diri. Tantrum dapat muncul hingga usia 5 – 6 tahun jika tidak ditangani dengan
tepat. Anak berada pada
tahap Autonomy vs Shame and Doubt artinya, pada usia ini anak cenderung ingin
menunjukkan bahwa dirinya mampu melakukan segala sesuatu, padahal tidak.
PENYEBAB TEMPER TANTRUM?
´ Anak belum mampu mengontrol emosinya
dan mengungkapkan amarahnya secara tepat
´ Terhalangnya keinginan untuk
memperoleh sesuatu
´ Tidak terpenuhinya kebutuhan
´ Anak merasa lelah, lapar, mengantuk,
bosan,atau dalam keadaan sakit yang dapat menyebabkan anak menjadi ‘rewel’
´ Anak kaget dengan suasana baru
´ Anak sedang stres dan merasa tidak
aman
´ Penyebab temper tantrum yang
lain adalah sikap orang tua yang tidak konsisten.
´ Ketidak-konsisten-an (penerapan
aturan, cara pengasuhan) membuat anak menjadi bingung dan dapat memancing
perilaku tantrum.
´ Tantrum juga dapat terjadi karena anak
meniru cara orangtua mengekspresikan emosi mereka.
DAMPAK JIKA TANTRUM TIDAK DITANGANI
DENGAN TEPAT
´ Membahayakan anak (anak dapat
terluka karena dirinya sendiri)
´ Anak ‘belajar’ memperoleh
keinginannya dengan cara yang tidak tepat dan menjadi perilaku yang berulang
´ Ketika dewasa cenderung mempunyai kontrol
diri yang rendah dan mudah marah.
´ Berkembang menjadi perilaku impulsive,
membangkang, mudah frustasi, dan mudah “meledak” jika sedang marah
TANTRUM bukan semata-mata sesuatu
yang negatif
Bertindak tidak tepat pada fase kemunculan tantrum berarti
bahwa KITA melewatkan salah satu kesempatan berharga untuk membantuk
anak-anak KITA menghadapi emosi mereka secara wajar.
MENCEGAH TANTRUM
´ Kenali kebiasaan anak dan identifikasi pada kondisi
apa saja biasanya perilaku tantrum muncul
- Contoh: melakukan perjalanan jauh bersama anak yang aktif bergerak dan gampang stres, maka orang tua perlu mengatur kondisi agar selama perjalanan anak tidak bosan, usahakan sering beristirahat di jalan dan memberikan waktu bagi anak berlari-lari di luar mobil
´ Perlakukan anak secara tepat (tidak terlalu ‘memanjakan’ tidak
pula ‘menelantarkan’)
- Identifikasi konsekuensi tantrum: apakah perilaku pengasuh/orang sekitar justru mendorong atau memberi penguatan terhadap terjadinya tantrum
- Bangun sistem reward (penghargaan) untuk menjaga anak tetap berperilaku terkontrol
- Memberikan hadiah saat tantrum terjadi adalah tindakan tidak tepat sebab akan membuat anak mengulangi perilakunya tersebut
´ Mengajarkan anak kompromi dan
membangun kesepahaman
- Saat hendak melakukan perjalanan orangtua menjelaskan apa yang akan dilakukan, di mana, dan berapa lama kegiatan tersebut, lalu minta persetujuan anak
- Ceritakan perilaku yang diharapkan dan tidak diharapkan oleh orang tua. Sampaikan dengan kalimat positif, lembut, dan mengharap
´ Alihkan perhatian anak agar tidak fokus pada hal yang ia
inginkan namun belum boleh dilakukan/diperoleh
Tindakan yang perlu dilakukan
dan dihindari saat perilaku tantrum
Perlu dilakukan
´ Orangtua mengontrol emosinya sendiri
agar tetap tenang
´ Tidak ambil peduli terhadap
pandangan sinis atau ucapan negatif serta segala bentuk reaksi dari orang lain
´ Memastikan segalanya aman
´ Jika memungkinkan pegang anak
erat-erat (peluk dengan rasa cinta) hingga ia tidak dapat melakukan hal
berbahaya
Perlu dihindari
´ Membujuk
´ Berargumen
´ Memberikan nasihat agar anak diam
´ Memberi hadiah agar anak diam
´ Memaksa anak diam dengan kata-kata
kasar, memukul, menjewer, mengikat
´ Memenuhi keinginan anak yang semula
dilarang dengan harapan anak diam dan berhenti tantrum
Pasca Tantrum
´ Jangan memberi hukuman, teguran,
maupun sindirian
´ Jangan memberikan hadiah apapun, anak tetap tidak boleh memperoleh
apa yang diinginkannya (jika tantrum terjadi karena menginginkan sesuatu)
´ Ajak anak bermain bersama, tunjukkan bahwa anda tetap
mengasihinya sekalipun ia telah berbuat salah
´ Evaluasi mengapa tantrum terjadi agar orangtua dapat mencegah tantrum
berikutnya
- Anak merasa lelah, lapar, sakit?
- Orangtua salah merespon perbuatan/keinginan anak?
´ Perlu mengajarkan anak cara
mengelola dan mengekspresikan emosinya dengan cara yang tepat (mulai dari
diri sendiri yakni menjadi model/contoh bagi anak kita)
Komentar
Posting Komentar